Bismillah
Kalau dipikir-pikir, ternyata tidak banyak torehan cerita yang kutuliskan mengenai pengalamanku menuntut ilmu di Singapura, baru secuil di sini dan di situ.
Nah, kebetulan kemarin ada teman yang bertanya tentang proses diterima di NTU dan kehidupan mahasiswa di sana. Salah satu yang ditanyakan adalah social life di Singapura.
Ya, sebagai mahasiswa perantauan, tentu perlu adaptasi untuk menyesuaikan dengan ritme kehidupan di sini. Ketika direnungkan, terus terang aku tak terlibat dengan berbagai komunitas sebagai mahasiswa.
Komunitas pertama yang menjadi sandaranku adalah komunitas muslimah Indonesia NTU (MIN-62) lalu komunitas pelajar Indonesia (PINTU). Nah, bagaimana dengan pergaulan dengan orang lokal? Satu-satunya komunitas lokal yang dekat denganku adalah NTUMS (NTU Muslim Society). Ya, boleh dibilang, ini komunitas layer kedua di mana aku banyak bersosialisasi dan mendapat kesempatan berorganisasi pula.
Pertemuanku dengan NTU Muslim Society tentulah bermula dari masa freshmen (tingkat satu). Senior-senior selalu bilang, ayo ikutan MS, banyak acara makan-makan. Buat mahasiswa perantauan, siapa sih yang gak mau dapat makanan gratis, hehehe.
Maka aku pun ikut hadir ketika diadakan acara Welcome Tea bagi mahasiswa baru. I’m impressed. Brother-brother dan sister-sister yang ada di sana begitu ramah dan hangat. Bahkan ketika bahasa Inggrisku masih acak-adut, mereka tetap mendengarkan dengan penuh perhatian.
Aku pun bergabung dalam kepanitiaan sebagai Publicity Sub-Committee. Di sini tugasku membuat flyer dan poster ketika akan ada acara. Nah, di situ aku juga berinteraksi dengan brother-brother leader. Brother Rizal, yang saat itu menjabat sebagai President, sempat menjelaskan bahwa spelling yang benar adalah Muslim bukan Moslem seperti yang sering kudengar. Ada brother senior lain lagi yang membuatku takjub, namanya Brother Mubarak. Ya, beliau lulusan Engineering, tetapi memilih melanjutkan ke NIE (pendidikan guru). Tujuannya apa? Ia ingin menjadi guru tetap supaya bisa lebih leluasa berdakwah di sekolah pemerintah, mengajak para pelajar muslimnya untuk sholat Jumat di masjid, masyaallah.
Berkisah tentang Ramadan, aku pernah ceritakan sekilas bahwa aku menghadiri buka puasa bersama pertamaku bersama NTUMS, di mana aku mengenal nasi dulang. Tak hanya itu, di tahun kedua, aku berkesempatan untuk bergabung di Exco (Executive Committee) sebagai Asst. Head of Foreign Student. Serunya, pasca hari raya, ada acara silaturahim mengunjungi tiap rumah anggota Exco yang dinamakan ‘jalan raya’. Kami berputar mengelilingi Singapura dari pagi hingga petang, di mana di tiap rumah kami mendapat hidangan makanan dan dapat angpao, masyaallah.
Bergabung di exco memberikanku kesempatan untuk memahami lebih dalam tentang seluk-beluk kehidupan muslim di Singapura. Kami pernah diundang ke MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura) untuk menghadiri talk. Aku pun mengenal lembaga-lembaga muslim di Singapura seperti Mendaki dan mengenal volunteering dari komunitas ini. Kami pernah berkegiatan bersama-sama Muslim Society seluruh politeknik dan universitas di Singapura. Dan bahkan ikut outbond seru menyeberangi sungai menyusuri hutan di Selangor, Malaysia. Priceless!
Bahkan ketika kami tak lagi di exco dan telah lulus, aku masih berkomunikasi dengan teman-temanku. Percaya tidak? Dua dari anggota exco tersebut bahkan sekarang mengabdi sebagai staf pengajar di sekolah anakku, masyaallah. Dengan yang lain, kami malah pernah umroh bersama-sama. Ah, pasti seru rasanya kalau kami semua bisa berkumpul lagi, reuni anggota NTU MS yang sudah pensiun hehehe.
Aku pribadi yakin, salah satu komunitas terbaik yang pernah aku ikuti semasa perkuliahan adalah NTU Muslim Society ini. Aku berdoa, semoga NTUMS yang sekarang semakin berjaya dan bisa menjadi komunitas tangguh, mengantar anggota-anggotanya untuk lebih dekat kepada Allah dan berbagi dengan sesama, amin.