Lee Wee Nam library.
Ini dia perpustakaan favorit para mahasiswa di kampus.Ah, mengeja namanya bahkan mampu membangkitkan berbagai kenangan manis saat menghabiskan waktu di sana.
Lee Wee Nam library adalah perpustakaan terbesar yang ada di kampus Nanyang Technological University, tempatku menimba ilmu di Singapura. Terdiri dari tiga lantai, perpustakaan ini dipenuhi oleh rak buku, komputer, dan meja belajar. Suasananya sangat kondusif untuk memfokuskan diri dalam belajar… atau tidur (eh).
Datanglah ke Lee Wee Nam library beberapa minggu sebelum musim ujian, dijamin engkau akan kesulitan mencari tempat kosong untuk belajar. Ya, sedemikian populernya tempat ini, bahkan para mahasiswa rela antri sebelum jam buka demi mendapatkan meja belajar kosong.
Dan suatu malam menjelang ujian semester pertama, di sanalah aku berada.
Aku melirik jam tanganku, pukul 8:30 malam. Masih ada waktu satu jam sebelum library tutup, pikirku. Setelah berputar-putar mencari meja kosong, aku pun menemukan satu meja kosong yang tersembunyi di balik tangga. Merasa puas, aku pun mengeluarkan lecture notes dan lembaran tutorial. Namun aku tak dapat bertahan lama. Rasa kantuk mulai menyergapku hingga aku pun terlena.
Ketika tersadar, aku terperanjat. Semua gelap gulita.
Di mana ini? Jantungku mulai berdegup kencang tak karuan.Aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi padaku.Ya Allah, aku tertidur di library!
Keadaan gelap menyadarkanku bahwa perpustakaan sudah tutup.
Dalam hari aku merutuki diriku sendiri.
Bagaimana bisa aku tidak mendengar pengumuman library hendak tutup yang selalu dilaungkan sepuluh menit sebelumnya.
Pikiranku mulai berkecamuk.
Bagaimana kalau aku harus menghabiskan malam di library?
Bagaimana kalau…
Tiba-tiba aku teringat dengan handphone yang baru kubeli sepekan yang lalu.Aku segera merogoh saku celanaku.
Baterainya masih ada satu batang!
Mulai muncul secercah harapan agar aku bisa segera keluar dari sini.
Tanpa pikir panjang, aku segera menelepon kakakku. Kuceritakan bahwa aku tertidur di library sampai dia tutup. Inilah keberuntunganku yang kedua, kakak kandungku juga kuliah di kampus yang sama.
Mujurnya, kakakku dan para sahabatnya sedang belajar bersama di kantin yang berlokasi tepat satu lantai saja di bawah library.
Atas instruksi dari mereka, segera kukemasi barang-barangku dan menuju ke pintu keluar. Kakak dan teman-temannya pun berpencar dalam dua grup. Satu grup naik ke atas menuju pintu library untuk menemaniku (dari balik kaca tentunya), sedangkan satu grup yang lain mencari petugas di kantor keamanan yang bisa dimintai pertolongan.
“Kamu yakin itu temanmu?” tanya petugas keamanan seraya menunjuk ke monitor CCTV ketika teman kakak datang untuk mengabarkan keadaanku.
Olala, rupanya mereka sudah melihatku dari kamera tetapi dikira… penampakan? Hahaha.
Setelah pertanyaan yang sama diajukan beberapa kali dan teman kakak meyakinkan bahwa aku benar-benar teman mereka, bangkitlah sang petugas bersama dengan rombongan untuk kemudian membukakan pintu library untukku.
Alhamdulillah!
Rasanya lega sekali bisa keluar dari library yang gelap gulita.Teman-teman kakak pun ikutan heboh mengomentari pengalamanku.
“Duh, untung banget kamu udah beli hape, bayangkan kalo belum.”
“Lain kali kalau belajar malam-malam jangan sendirian, biar ada yang ngebangunin kalo ketiduran.”
Aku pun hanya bisa cengar-cengir sambil tersipu malu.
Apakah setelah itu aku kapok belajar di Lee Wee Nam library?
Jelas tidak.
Lee Wee Nam Library masih tetap menjadi tempat belajar favoritku sepanjang masa kuliahku di sana.
Lee Wee Nam Library, dirimu memang tak terlupakan.
Nurhilmiyah says
Hihi, emang pengalaman tak terlupakan nih ya Mbak Fiftarina… terkunci di perpustakaan sampai dikira penampakan.
Fiftarina says
Iyaa, bener banget mbak.