Salah satu kegiatan rutin yang kujalani di bulan Ramadan ini adalah ikut kegiatan tadarus. Ya, kegiatan ini diadakan oleh IMAS (Indonesian Muslim Association in Singapore) di mana para muslimah berkumpul bersama setiap harinya untuk mengaji bergantian.
Kegiatan tadarus bersama ini dimulai sejak tahun lalu, saat itu masih menggunakan platform Telegram sebagai medianya karena tidak ada batasan waktu. Di tahun ini, medianya sudah berganti di Zoom meeting sehingga lebih nyaman karena lebih mudah berinteraksi antar sesama muslimah yang hadir.
Biasanya, di setiap sesi tadarus akan ada dua PE tasmi’ (Cikgu) yang mendampingi, sehingga bisa mengoreksi kalau-kalau ada bacaan yang salah. Durasi membaca pun ditentukan dari awal agar semua bisa kebagian waktu untuk tilawah.
Tahun lalu aku berkesempatan nergabung menjadi PE tasmi’ mendampingi guru utama tahsinku. Untuk tahun ini aku dengan senang hati memilih jadi peserta saja karena qodarullah jam tadarusnya bentrok dengan waktu menjemput anak.
Dari mengikuti kegiatan tadarus ini aku jadi belajar beberapa hal.
Pertama, mendengarkan teman-teman membaca Al-Qur’an itu menyenangkan. Ya, rasanya gimanaa gitu di hati, enak deh pokoknya. Walaupun mereka bukan qori’ ternama, masih ada juga yang salah-salah, tetapi rasanya kegiatan menyimak ini masih menjadi daya tarik tersendiri bagiku walaupun harus disambi bersepeda berangkat/pulang menjemput anak.
Kedua, belajar memprioritaskan kesalahan dalam membaca Al-Qur’an. Ya, karena ini bukan kegiatan tahsin, jadi disepakati kesalahan yang harus dikoreksi adalah kesalahan yang nyata (lahn jali) saja, misalnya salah harokat, salah panjang pendek (mad asli).
Di dalam prakteknya sendiri, para pen tasmi’ cenderung mengoreksi berdasarkan kemampuan para peserta. Jika memang setelah disimak pesertanya mampu dikoreksi kesalahan yang lebih ringan, seperti kurang dengung, maka yang seperti ini disampaikan juga.
Jika baca panjang pendeknya saja masih banyak salah, maka cukup fokus di lahn jali, dan itu pun tidak semuanya dikoreksi sampai benar, tergantung pesertanya.
Ketiga, aku juga belajar cara efektif untuk mengoreksi bacaan. Ada waktunya peserta diberi tahu secara teori saja, misal: yang ini 2 harokat. Ada pula kasus di mana tidak perlu beri teorinya, langsung saja contohnya cara membaca yang benar.
Mengoreksi juga sebaiknya spesifik, misalkan, instead memberi tahu yang ini dibaca panjang – panjang itu ambigu, bisa 2,4,5,6 harokat- maka lebih baik memberi tahunya ini dibaca sekian harokat.
Keempat, pelajaran luar biasa yang kudapat dari acara tadarus ini adalah lebih bisa menyelami hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang para pembaca Al-Qur’an.
Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).
Ya, ketika menyimak peserta yang membaca dengan terbata-bata, rasanya isi hadits tadi terngiang-ngiang di kepalaku, maka baginya dua pahala. MasyaAllah. Sungguh, Allah melipatgandakan pahala bagi siapa saja yang Ia Kehendaki.