Jika di postingan yang lalu aku membahas tentang tarawih, maka kali ini aku ingin berbagi tentang suasana Idul Fitri di Singapura tahun 1443 H (bertepatan dengan tahun 2022).
Idul Fitri kali ini disambut dengan sukacita oleh masyarakat Muslim Singapura. Bagaimana tidak? Di sepuluh hari terakhir Ramadan, datang pengumuman yang menggembirakan dari pemerintah.
Tak ada lagi batasan jumlah orang dalam berkunjung. Kapasitas tempat ibadah semakin bertambah banyak.Tak perlu lagi menggunakan Safe Entry token di tempat umum, kecuali untuk acara yang dihadiri lebih dari seribu pengunjung.
Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah.
Ini berarti kami bisa salat Idul Fitri berjamaah lagi di masjid. Tak seperti dua tahun lalu yang harus di rumah saja. Kami masih harus booking, untuk menghindari padatnya jamaah. Maka kami sekeluarga memilih ikut salat Idul Fitri di sesi kedua, pukul 08:45 pagi.
Qadarullah, aku mendapati haid di hari terakhir puasa. Jadilah aku batal ikut salat. Lalu bagaimana dengan anak-anak? Jika dulu kami bisa memilih salat di lapangan, maka para ibu yang berhalangan bisa tetap hadir tetapi berada di saf terpisah. Nah kalau di masjid kan tidak bisa. Hmm… Aku pun mulai berpikir keras bagaimana caranya supaya anak-anakku bisa tetap ikut salat. Sungguh setelah dua tahun salat di rumah, tentunya ini momen yang tak ingin dilepaskan ya.
Pilihan pertama, membawakan handphone berisi bookingan kepada Khadijah, lalu membiarkan mereka naik sendiri ke atas. Namun, aku merasa ini riskan. Mereka bisa bingung saat mencari saf kosong. Atau bagaimana Maryam naik tangga ke lantai tiga, apalagi dengan menggunakan jubah yang agak kepanjangan?
Pilihan kedua, mencari teman yang bisa menemani. Opsi pertama jatuh pada Windy, ibunya Aisyah yang sudah dikenal anak-anak karena sering tarawih bersama. Namun, Aisyah sekeluarga kebagian slot salat di sesi pertama. Aku pun bertanya kepada ibunya Adel, yang juga sudah dikenal anak-anak. Ternyata beliau pun ikut sesi pertama. Nah, dari beliau aku mendapat bocoran bahwa ibunya Dzaky Tsaqif salat id di sesi kedua. Well, walaupun tidak kenal dekat, minimal anak-anak sudah pernah bertemu dengan ibu yang satu ini. Alhamdulillah, beliau bersedia menemani duo Khadijah-Maryam.
Hari Eid pun datang. Kami keluar agak awal dari rumah untuk menghindari terjebak macet orang-orang yang mengantri. Dan benar saja, begitu kami hendak turun ke jalan raya, sudah terlihat pemandangan jamaah mengular di mana-mana. Panik, aku langsung telpon ibunya Adel, mencari informasi tempat masuknya jamaah wanita. Tak berapa lama, aku bisa melihat ibunya Dzaky melintas di bus. Akhirnya kami sepakat bertemu di depan Poliklinik. Kejutannya, baju anak-anak dan ibunya Dzaky senada, sama-sama pakai warna biru donker, alhamdulillah hahaha.
Begitu anak-anak masuk masjid, aku pun pulang dan beberes kilat sambil menyiapkan makanan yang akan dibawa ke rumah Budhe. Ya, kami sekeluarga berencana berkumpul bersama di rumah kakakku. Dan alhamdulillah di sana kami bisa berjumpa dengan keluarga yang lain, yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu selain lewat zoom tentunya. Masyaallah, nikmatnya bisa mengobrol dengan tatap muka langsung. Anak-anak juga semakin gembira ketika bisa berenang bersama sepupunya. “Ibu, it was soo much fun today,” begitu kata mereka.
Selepas dzuhur, kami pun berpamitan. Tidak untuk pulang, tetapi menuju ke tempat keluarga Soubhi, di mana keluarga alumni SMU Taruna Nusantara angkatan sebelas berkumpul. Di sini pun aku berkesempatan berjumpa dengan teman-teman yang sudah lama ingin aku kunjungi tetapi beluum juga sempat. Alhamdulillah.
Akhirnya kami pun baru sampai di rumah menjelang maghrib. Lelah, iya, tetapi rasanya bahagia. Alhamdulillah akan nikmat Allah di Idul Fitri tahun ini.