Ketika anak-anak semakin besar, sudah waktunya orang tua mengajarkan mereka untuk bisa lebih mandiri. Salah satunya dengan belajar menggunakan transportasi umum sendiri.
Sebagai latar belakang, anak-anak mendapatkan fasilitas antar jemput bus sekolah mengingat lokasi rumah yang sangat jauh dari sekolah. Akan tetapi, fasilitas ini tidak selalu tersedia di setiap saat. Ada kalanya bus sekolah tidak beroperasi, misalnya ketika anak-anak mengikuti kelas tambahan yang hanya khusus diadakan untuk level tertentu.
Oleh karena itu, Abdurrahman baru mulai diajari naik transportasi umum sendiri ketika kelas 4, di mana ia harus mengikuti kelas tambahan di waktu liburan. Bus sekolah ada sih, cuma harganya mahal banget gak ketulungan.
Apa yang diajari ketika naik transportasi umum sendiri?
Pertama-tama tentunya rute perjalanan. Saat itu kami memilih perjalanan dengan mayoritas naik MRT karena lebih mudah jika terjadi kasus darurat seperti kebablas. Di mana harus menunggu bus. Nomor bus apa saja yang bisa dinaiki, kapan harus memencet bel tanda hendak turun. Selain itu, kami ajari juga untuk mengecek rute bus di bus stop. Ya, di bus stop Singapura, selain ada daftar nomor bus yang lewat, ada juga detail rute tiap bus.
Yang kedua, penggunaan aplikasi penunjang di handphone seperti penggunaan Google Maps untuk mengecek lokasi dan aplikasi untuk mengecek estimasi kedatangan bus.
Yang ketiga berkaitan dengan keselamatan, seperti cek semua barang tas sebelum turun dari bus atau kereta.
Selain skill individu, aku juga mencarikan teman pulang bersama. Sama-sama belajar, lebih baik bersama-sama daripada sendirian, bukan? Pada akhirnya, dia bisa memilih sendiri, mana teman yang mau dia barengi untuk pulang dan mana yang tidak (karena ada juga ternyata teman-teman yang suka mampir-mampir dulu untuk jajan, hahaha).
Rute pertama sukses, dia pun bercerita kepadaku bahwa temannya punya rute pulang lain yang jauh lebih cepat. Penasaran, aku pun bertanya kepada ibunya. Atas persetujuan mereka, Abdurrahman kutitipkan kepada temannya tersebut untuk belajar rute baru, yang memang lebih efektif dan cepat. Aku tak lagi mengajarinya sendiri, cukup pulang bersama temannya beberapa kali, dia pun sudah hafal rute pulang yang baru.
Si abang sukses, eh si adik kepingin ikutan belajar naik transportasi umum sendiri. Bismillah, jika tahun lalu aku menjemputnya langsung dan menemaninya di perjalanan, kali ini dia kutitipkan kepada abangnya. Aku memintanya untuk menghafal rute dan ancer-ancer kapan harus turun dari bus.
Di pekan kedua, ketika abangnya harus pulang telat, kuizinkan dia pulang sendiri. Kubekalkan handphone supaya bisa berkomunikasi denganku. Qodarullah, bus yang ia tunggu-tunggu tak datang juga, sampai waktu pulang abang. Akhirnya percobaan pertama pulang sendiri gagal.
Usut punya usut, ternyata ia menghafal nomor busnya terbalik. Seharusnya naik bus 157, ia menunggu bus 175, ya ga datang-datang hahaha. Alhamdulillah tidak ada bus 175 lewat di situ. Bayangkan jika ada, bisa nyasar.
Dari sini aku mengambil pelajaran bahwa aku terlalu percaya diri melepas si anak kedua. Mungkin dia harus ditest terlebih dahulu untuk memimpin perjalanan. Biarkan dia yang memilih bus untuk dinaiki, menentukan kapan turun, dan memandu jalan transisi dari stasiun ke terminal bus. Aku juga perlu membekalinya dengan kemampuan-kemampuan di kala darurat, seperti jika lupa harus turun di mana, siapa saja yang ‘aman’ untuk ditanya-tanyai.
Terlebih ketika sehari setelahnya aku membaca berita tentang molesting yang terjadi kepada anak usia sekolah dasar. Duh, miris. Memang, ada beberapa hal yang bisa diambil pelajaran di sini. Si anak pulang sendiri selepas maghrib (big no). Si anak kebetulan ada di jalur yang rawan (banyak pekerja asing yang seliweran di daerah sana). Si anak berusia 11 tahun (asumsiku bersekolah di sekolah umum, tanpa jilbab, sehingga mungkin bagian tubuhnya terlihat lebih kentara -walau tertutup seragam- sehingga lelaki bisa tergoda.
Bersyukur rasanya di dalam Islam wanita dan perempuan sangat dijaga.
Sejak saat itu aku sampaikan ke anak-anak, pulang sama abang. Cuma kalau kepepet saja diperbolehkan pulang sendiri. Kemampuan naik transportasi umum memang penting, tetapi keselamatanmu jauh lebih penting, Nak.