Hari ini kami rapat keluarga membicarakan tentang DSA (Direct School Admission). DSA itu mirip seperti PMDK, jalur pendaftaran sekolah tanpa menunggu hasil ujian akhir.Untuk mendaftar DSA, seorang anak diharapkan memiliki portfolio yang menonjol dari suatu sudut pandang. Nah, ini bisa berarti kemampuan kepemimpinan, keahlian dalam bidang olahraga atau kesenian, atau mata pelajaran tertentu.
Alhamdulillah anak kami cukup menonjol dalam bidang Matematika dan hal ini membuatnya sangat berpotensi untuk mendaftar lewat DSA. Namun, apakah itu saja yang diperlukan? Ternyata tidak ya. Sekolah-sekolah yang menawarkan DSA berbasis mata pelajaran cukup kompetitif dan menerapkan seleksi yang ketat. Medali emas di Olimpiade kononnya tidak cukup untuk mengamankan slot di sebuah sekolah, hahaha.
Yang lebih penting dari itu lagi adalah minat si anak. Sekolah DSA berbasis mata pelajaran kebanyakan memiliki jalur ekspress atau Integrated Programme (komitmen langsung selama enam tahun). Nah, benarkah si anak memang sudah mantap akan fokus di bidang tertentu. Misal dia sekarang kuat di Matematika, apa iya dia mau berkecimpung jauh mendalam di bidang Matematika melulu (dan mungkin teman-temannya dari segi sains).
Ataukah masih bisa jadi minatnya berubah ketika dikenalkan dengan bidang yang lain? Boleh jadi untuk sekarang si anak berbakat dalam hal itu, tetapi dia kan harus suka juga. Jika tidak, alamat mundur teratur ketika dihadapkan kepada tantangan yang lebih sulit lagi.
Ini menjadi salah satu pertimbangan utama kami ketika mengambil keputusan tentang mendaftar DSA atau tidak.
Pertimbangan yang lain tentunya adalah sekolah DSA adalah sekolah umum (baca: bukan berbasis Islam). Berarti tidak akan ada pelajaran agama di sana. Berarti, bisa dipastikan jumlah siswa Muslimnya sedikit. Sudah kuatkah pondasi si anak berbaur dengan teman-teman dari berbagai agama? Sanggupkah ia meminta izin gurunya untuk salat di kala kepepet? Sanggupkah ia menyatakan pada teman-temannya bahwa ia perlu makanan halal jika harus kerja kelompok bersama di luar?
Saya pribadi mengalami ini ketika sudah kuliah. Ya, walaupun bisa dibilang rata-rata masyarakat di sini paham tentang kebiasaan seorang muslim, tak sedikit juga yang menggampangkan dengan berkata, ini no pork no lard, kok, atau komentar semacam itu. Aku yang sudah dewasa saja terkadang keder dan memilih untuk menjauh, lalu bagaimana dengan anak usia belasan tahun.
Pertimbangan lain (yang mungkin buat orang lain sepele) adalah aurat. Rata-rata pelajar kelas 1 dan 2 SMP di sini memakai celana bermuda (di atas lutut). Sejujurnya aku tak tahu apakah ada kebijakan dari sekolah untuk mengecualikan karena alasan tertentu minta celana panjang. Aku cuma teringat sebuah talk yang disampaikan seorang pemuda (yang sekarang sudah menempuh program S3 di Inggris) bahwa ia ingin sekolah di madrasah supaya bisa memakai celana panjang. Anakku sendiri juga terbiasa memakai celana panjang. Tak terbayang bagaimana risihnya kalau harus memakai celana pendek, bahkan jika di sekolah khusus laki-laki.
What about the opportunity?
Seseorang berkata, kalau kita gak masukin anak-anak ke sekolah ‘elite’ itu, gak mungkin lagi ada kesempatan mereka terpanggil sebagai tim Olxxxxxxx. I was stunned. Ya, mungkin aku memiliki latar belakang biasa-biasa saja, sekolah biasa-biasa saja sampai SMA, yang kemudian dengan rezeki Allah yang ajaib, diterima di universitas ternama di Singapura. Aku tidak seperti mereka (dan mungkin juga suamiku yang termasuk lulusan sekolah elit di Indonesia), yang masuk tim nasional yang bergengsi tinggi.
Namun, aku yakin. Tiap orang sudah ditakdirkan jalannya oleh Allah. Kita berikhtiar, Allah tentukan. Jalan kita tak harus lurus, boleh jadi berbelok-belok. Tak mengapa, asal ridho Allah yang selalu jadi pegangannya. After all, apa sih yang kita harapkan sebagai orang tua? Seorang anak yang berbakti, sukses di dunia boleh saja, tetapi jangan lupa agama dan akhiratnya.
Semoga Allah karuniai anakku sekolah yang menjadikannya semakin sholih, berakhlak mulia, dikelilingi teman-teman yang sholih dan sholihah, dijauhkan dari pergaulan yang buruk, serta sukses di dunia dan akhirat, aamiin.